ACEHSUMATRA.COM (Kruenggeukueh)Berbicara saat meresmikan Pabrik NPK milik PT Pupuk Iskandar Muda (PIM) di Krueng Geukueh, Lhokseumawe, Jumat (10/2), Presiden Joko Widodo merasakan adanya keluhan kelangkaan pupuk dari petani. Sementara di Aceh, ada dua pabrik pupuk yang berhenti beroperasi.
“Saya melihat di sini, di Aceh, ada dua pabrik pupuk yang berhenti. Aceh Asean Fertilizer (AAF) dan Pupuk Iskandar Muda. Ini sejak 2005. Problemnya gas. Apakah kalau tidak cukup dari dalam negeri tidak bisa kita impor agar pabriknya jalan?, ” kata Presiden Jokowi.
Presiden menyayangkan aset sebesar itu dibiarkan menganggur bertahun-tahun mengingat kebutuhan pupuk nasional sebesar 13,5 juta ton per tahun, sementara yang bisa diproduksi hanya 3,5 juta ton.
Melihat fakta itu, Jokowi kemudian memberikan penugasan khusus kepada Menteri BUMN Erick Thohir, memintanya agar mengupayakan kedua pabrik pupuk itu beroperasi kembali.
“Itulah yang saya tugaskan saat itu kepada Menteri Erick Thohir untuk bisa dijalankan dua-duanya,” tambah Jokowi.
Alhasil, saat ini baru PT PIM yang bisa beroperasi kembali. Sementara AAF, kata Jokowi, masih banyak masalah yang harus dilihat dan dihitung. Namun begitu, Jokowi mengapreasiasi upaya yang dilakukan Erick.
“Jalan dulu satu, tidak apa-apa. PIM-1, PIM-2, jalani. Kebutuhan gas, dicarikan. Ini kebutuhan dasar yang kita inginkan kok dibiarkan saja,” kata Jokowi.
Pemerintah, kata Jokowi, telah mengucurkan investasi untuk pabrik NPK PIM senilai Rp1,7 triliun. Itu untuk industrinya, juga sarana pendukung seperti pelabuhan.
Sebagai informasi, pabrik pupuk PT PIM dan AAF didirikan menyusul penemuan ladang minyak dan gas bumi di ladang Arun, Aceh Utara, pada tahun 1976.
AAF didirikan atas kerja sama negara-negara ASEAN tahun 1979 untuk produksi pupuk urea. Lalu, PIM mengikuti tahun 1982. Kebutuhan gasnya dipasok langsung dari ladang Arun.
Seiring penurunan produksi gas bumi dari ladang Arun, AAF berhenti beroperasi pada 2003, bubar PT PIM pada 2005. Pada 2012, PIM dihidupkan kembali meski beberapa kali berhenti beroperasi lantaran pasokan gas tersendat. Pada 2018, PIM mengakuisisi AAF senilai Rp624 miliar.
Dengan beroperasinya pabrik NPK ini, kapasitas produksinya 570 ribu ton per tahun. Jokowi terdorong agar produksinya dimaksimalkan untuk mengatasi kelangkaan pupuk di petani.
Khawatir PIM Tinggal Nama
Pertengahan tahun lalu, produksi PT PIM sempat terhenti lantaran pasokan gas dari PT Medco E&P Malaka. Sebulan kemudian, PIM beroperasi kembali setelah pasokan gas kembali lancar.
Namun, masalahnya belum selesai. Tak lama kemudian, pasokan gas kembali terhenti. Sampai-sampai, dalam rapat kerja dengan Komisi VI DPR RI di Jakarta, pada 5 Desember 2022, Erick mengungkapkan khawatir PT PIM tinggal nama saja.
Saat itu, Menteri Erick resah karena belum mendapat kepastian pasokan gas ke PIM. Jika berlanjut, dia khawatir PIM mati lagi pada Januari 2023.
“Mengenai Aceh, yang pasti sekarang kita didorong oleh pemerintah memastikan PIM ini tetap produksi dan kami juga masih kesulitan gas terus terang. Ini Januari bisa mati lagi kalau gasnya belum bisa lagi,” kata Erick saat itu.
Saat itu, PIM mengandalkan suplai gas dari LNG Tangguh di Papua Barat. Namun, BP Tangguh baru bisa diulas lagi pada 2026 mendatang. PIM sendiri awalnya mengupayakan impor gas, namun tidak berhasil.
Untuk mencari jalan keluarnya, Erick menjalin komunikasi intensif dengan SKK Migas. Belakangan, didapat jaminan suplai gas untuk PIM pada 2023 dari SKK Migas.
Itu sebabnya, Erick Thohir bisa tersenyum sumringah saat mendampingi Presiden Jokowi meresmikan pabrik NPK milik PT PIM.
“Pengoperasian pabrik pupuk khusus NPK ini bukti komitmen, sekaligus menjalankan amanat konstitusi dan arah presiden dalam menangguhkan pupuk yang strategis dalam ketahanan pangan demi mendukung visi Indonesia Emas 2045. Keberadaan pabrik ini diharapkan tak hanya memenuhi sebagian kebutuhan pupuk nasional untuk meningkatkan produktivitas pertanian, tapi juga menjaga stabilitas harga pangan nasional,” kata Erick.
Langkah Strategis untuk Aceh
Erick menyampaikan saat ini total kapasitas produksi pupuk jenis NPK di Pupuk Indonesia (PI) Group mencapai 3,2 juta ton per tahun. Kehadiran pabrik NPK baru membuat total kapasitas produksi PI Group menjadi 3,7 juta ton. Proyeksi kebutuhan NPK nasional mendekati 13,5 juta ton yang sebagian besar dipenuhi produsen NPK swasta dan produk impor.
“Khusus untuk Aceh dan sekitarnya melakukan langkah strategis melalui Pupuk Iskandar Muda,” kata Erick Thohir dalam sambutannya.
Langkah yang dilakukan, kata Erick, antara lain dengan mengoperasikan kembali Pabrik PIM I pada 2022 setelah sempat berhenti beroperasi sejak 2005, sehingga total kapasitas produksi urea sebesar 1,14 juta ton per tahun dan Ammonia sebesar 726 ribu ribu ton per tahun.
Pembangunan pabrik NPK itu, kata Erick, telah menyerap tenaga kerja sebanyak 1.189 orang selama masa proyek dan 240 orang di fase operasional.
“Dengan segala keunikan dan kelebihannya, proyek ini akan memberikan efek pengganda bagi perekonomian masyarakat Aceh dan diproyeksikan menambah produk domestik regional bruto (PDRB) Aceh sebesar 4,13%,” tambah Erick.
Selain itu, untuk memperkuat ketahanan pangan dan energi, di KEK Arun Lhokseumawe dikembangkan klaster Industri Hijau seluas 2.600 hektar.
Klaster industri ini akan memproduksi energi bersih seperti biometana, amoniak biru, amoniak hijau, serta menjadi LNG Hub dengan memanfaatkan potensi gas besar dari Blok Andaman, sehingga berkontribusi dalam komitmen komitmen net-zero emission pada 2060.
Dengan peresmian pabrik NPK PIM, Erick Thohir telah menyelesaikan satu tugas khusus dari Presiden Jokowi. Pabrik pupuk PIM dipastikan terus berderak untuk menjamin kebutuhan pupuk petani yang berdampak pada kesejahteraan mereka (r/zal)