Aceh Utara, (Advetorial DPMG) – Stunting di Kabupaten Aceh Utara sendiri berada pada angka 38,3 persen, bedasarkan data dari lembaga Survei Status Gizi Indonesia (SSGI).
Masih tingginya angka prevensi Stunting di Aceh Utara menyebabkan Pemerintah Kabupaten Aceh Utara berkomitmen pada tahun 2024, adanya penurunan angka stunting secara signifikan di Kabupaten Aceh Utara.
Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat Pengendalian Penduduk dan keluarga Berencana (DPMPPKB) Aceh Utara Fakhruradhi S.H., M.H menyebutkan pihaknya fokus penanganan Stunting di Kabupaten Aceh Utara pada 852 Gampong yang ada, sehingga pihaknya meminta dukungan lintas sektor terutama para keusyik untuk dapat bersama- dalam mensokong anggaran penanganan stunting di Gampong.
“Kita harapkan ini dapat dicapai, sehingga angka stunting secara signifikan di Aceh Utara akan turun,” umbar Fakhruradhi.
Dijelaskan, Pemerintah Pusat telah menyusun langkah-langkah strategis untuk percepatan penurunan angka stunting secara nasional dengan ditetapkannya Perpres Nomor 72 Tahun 2021 tentang Percepatan Penurunan Stunting yang dikoordinasikan oleh BKKBN, dengan target prevalensi stunting turun menjadi 14 persen pada tahun 2024.
Berdasarkan hasil Survey Status Gizi Indonesia (SSGI), menurut Fakhruradhi, prevalensi stunting di Kabupaten Aceh Utara menurun 0,5 persen, dari 38,8 persen pada tahun 2021 menjadi 38,3 persen pada tahun 2022.
“Angka ini masih sangat tinggi dan jauh dari target yang telah ditetapkan dalam Rencana Pembangunan Daerah Kabupaten Aceh Utara Tahun 2023-2026, di mana diharapkan pada tahun 2024 prevalensi stunting turun menjadi 28 persen,” ungkap Fakhruradhi.
Secara teknis, Perpres 72 Tahun 2021 telah dituangkan dalam Rencana Aksi Nasional Percepatan Penurunan Stunting (RAN PASTI). Terdapat tiga pendekatan dalam pelaksanaan RAN PASTI yaitu pendekatan intervensi gizi, pendekatan multi sektor dan multi pihak, dan pendekatan berbasis keluarga beresiko.
Intervensi gizi spesifik secara langsung mempengaruhi pemenuhan gizi dan perkembangan janin dan anak, yang bertujuan untuk memastikan kecukupan gizi ibu hamil dan anak serta penurunan faktor risiko infeksi.
Sedangkan intervensi gizi sensitif adalah intervensi yang secara tidak langsung mempengaruhi kejadian stunting.
Intervensi ini mencakup kualitas penyiapan kehidupan berkeluarga, perbaikan pola asuh, peningkatan akses dan mutu pelayanan kesehatan, peningkatan akses air minum dan sanitasi, keamanan pangan dan bantuan sosial.
“Jika kedua intervensi ini dapat dilakukan dengan terintegrasi, tepat waktu dan tepat sasaran, maka banyak manfaat yang dapat diperoleh sepanjang kehidupan manusia,” tutup Fakhruradhi.