ACEHSUMATRA.COM (Lhokseumawe) Ketua Komite I DPD RI asal Aceh Fachrul Razi MIP mengapresiasi kinerja Gakkumdu Bireuen yang telah menetapkan dua oknum Caleg sebagai tersangka pelanggaran Pemilu berupa membagi-bagikan rice cooker kepada warga.
Fachrul Razi mengungkapkan dihadapan jurnalis di Kota Lhokseumawe, Selasa (6/2/2024), banyak oknum Caleg terutama petahana membodohi rakyat secara sistematis, terstruktur dan massif dengan cara memanipulasi APBN di kementerian, disulap menjadi program kampanye.
“Ini berbahaya dalam rangka demokrasi, rakyat dibuat bergantung dengan belanja politik itu. maka cara yang mudah dilakukan oknum petahana adalah uang Negara dengan dalih bantuan. Faktanya ini berasal dari kementerian, dibuat jadi atas nama pribadi, ini sangat berbahaya,” ungkap Fachrul Razi.
Ia menerangkan dalam konteks demokrasi , semua kandidat sama berada dalam titik nol, namun petahana masih berkuasa start lebih dulu berkampanye membagikan uang Negara dengan angka fantastis puluhan miliar.
“Saya ketua komite I DPD RI akan melaporkan temuan di lapangan ini, begal anggaran rakyat dan terindikasi korupsi, kita akan proses secara hukum, maka kita minta partisipasi masyarakat penerima bantuan rumah atau bantuan rehap rumah bermasalah, segera melapor ke kepolisian terdekat,” tegasnya.
Pihaknya akan menggunakan hak pengawasan DPD RI secara hukum, dan sejauh ini ia sudah membuktikan seperti perkara pembegalan APBA, karena tahun sebelumnya banyak ada Otsus Aceh dibegal, dan kali ini APBN digunakan untuk kampanye politik 2024.
Katanya di Aceh, kasus begal APBN untuk kampanye banyak terjadi di Aceh Utara, Kota Lhokseumawe, Kota Langsa, Bireuen , Bener Meriah, Aceh Timur dan Aceh Tengah.
Caranya, diiming-iming uang pada hari pencoblosan, diberi secara kes dan diberikan bantuan bersumber dari dana kementerian dan jumlahnya sangat besar, ini jelas korupsi.
“Caleg-caleg itu panik, mereka gunakan cara singkat karena waktunya sudah sangat dekat, caranya ya gunakan uang Negara, dan kedaulatan rakyat berdemokrasi dihargai dengan bantuan-bantuan kecil seperti diberi rice cooker, uang dan logistic lain seakan-akan itu semuanya bersumber dari uang pribadi, padahal bukan,” tambahnya.
Ia berharap ini tidak dijadikan narasi positif, karena banyak bantuan yang disalurkan malah menimbulkan konflik sosial, karena ada yang lebih berhak menerima bantuan malah tidak mendapatkan apa-apa.(z)